Kutulis Namaku dan Namamu

Oleh: Ian Konjo

Sengaja kutulis namaku di sana
Agar kelak kau melihatnya
Dan sudilah kiranya kau membaca huruf
Dari namaku sekedar untuk mengingatku

Bacalah seperti kau membaca puisi
Untuk yang kau cintai
Maka segala makna dari namaku
Akan membawamu pada puncak kerinduan

Aku menunggumu di sana
Dengan sepasang cincin
Yang kelak akan kupasang di jarimu
Sebagai tanda aku melamarmu
Atas nama cinta dan kerinduan
Dari nama yang pernah kutulis

Akan kutulis pula namamu setelah namaku
Setelah kuikat kau dengan sebuah mahar

Di sini.....
Dalam hati yang menandai setiap nafasmu
Dalam denyut yang kan selalu merinduimu
Pada aliran darah yang mengeja namamu
Yang menandai segala lekuk senyummu

Sengaja kutulis namaku di sana
Kelak....
Akupun akan menulis namamu setelah namaku

Gowa, 24 September 2011
Selengkapnya

Pengemis

NASKAH BANYOLAN
Penulis Naskah: Kadir IPASS

ADEGAN I
(Masuk seorang perempuan setengah baya berpakaian compang-camping dengan sebuah mangkuk di tangan kanannya. Perempuan itu adalah seorang pengemis. Kemudian datanglah seorang laki-laki yang berpakaian rapi lalu menegur si pengemis)

Chempeng (Agung)
Kenapa jadi pengemis?

Rakus (Ira)
Tidak ada kerjaan lain Pak! Enakan ngemis. Tinggal duduk, diam, mengulurkan tangan! Minta duitnya Bu, minta duitnya Pak....!!!

Chempeng (Agung)
Enak dong....

(Si cempeng kemudian ikut duduk di dekat si Rakus)

Rakus
Mau ngapain?

Chempeng
Ikut ngemis....... tinggal duduk, diam, mengulurkan tangan. Minta duitnya Bu, minta duitnya Pak......!!!

Rakus
Okelah! Kita sama-sama ngemis.

Chempeng (Agung)
Sapa takut!!!

Chempeng & Rakus
Pak, minta duitnya Pak. Minta duitnya, minta duitnya......

(Muncul lagi seorang pengemis)

Chempeng
Kamu mau apa?


Rantas
Dodol..... Gue juga mau ngemis.

Rakus
Kasian sekali. Sudah berapa hari tidak makan?

Rantas
Iya nih...!! Udah beberapa hari ini gue ngga’ makan. Sampai-sampai gue kena busung lapar.

Rakus
Ini sih, bukan busung lapar. Tapi, busung makmur...

Chempeng
Kok busung makmur???

Rakus
Ya... iyalah! Lihat nih. Pipi, perut, paha..... Pantasnya diberi...

Chempeng
Diberi nama busung gajah bengkak......

Rantas
Sesama pengemis tidak boleh saling menghina. Udah ah, gue mau ke mall aja. Di sini ngga’ ada yang ngasih uang. Mau ikut ngga’?

Rakus & Chempeng
Oke!!!


ADEGAN II
(Di depan sebuah Mall terbesar di kota metropolitan, terlihat tiga perempuan muda yang sedang berdiri. Entah siapa yang ditunggu. Sementara di ujung jalan tiga pengemis sedang menuju ke depan Mall itu)

Chempeng (Agung)
Eh...eh! Lihat, di sana ada cewe’. Gelis pisang ei..... Aye duluan ye....!
(Chempeng menghampiri cewe’-cewe’ itu)
Bu... minta duitnya Bu...!!! Sudah tiga hari belum makan.

Cewe’ I (Dian)
Kasian banget ya, udah tiga hari belum makan.

Cewe’ II (Darma)
Hei, kami ini bukan-ibu-ibu. Kami ini, masih gadis-gadis dan ayu-ayu gitu lho!!!

Chempeng (Agung)
Ia.... kasihani sesamalah. Sama-sama ciptaan Allah Ta’ala.

Cewe’ III (Ina)
Ngga’ ada uang kecil!

Chempeng (Agung)
Uang besarmo pale’na puang. Yang penting doe’ji.

(Kemudian Rantas datang sambil membawa karung besar)

Rantas
Bu..., minta uangnya Bu...!!!

Cewe’ I
Ini pengemis atau perampok ya?

Cewe’ II
Penonton... ini lagi... Ibu-ibu, hujan linggis, kena kayu. Hai pengemis, kami ini masih ayu-ayu.

Rantas
Sumpah Bu... eh, maksudnya Mbak. Bukan rampok tapi pengemis kamase.

Cewe’ III
Kasi’mi deh. Ih, uangnya masih berkelahi di dalam tas.

Chempeng
Daripada ungnya berkelahi di dalam tas, mending kasi’ma. Biar saya yang amankan.

Cewe’ I
Waduh... ini mah, rampok atu neng.....!!!

Cewe’ III
Kasi aja. Aku dah ngga’ betah di sini.

Rantas
Makacci.... eh, makasih!

Cewe’ II
Sudah dua pengemis datang minta uang. Kalau masih ada lagi, bangkrut betulmaki’.

Datanglah si Rakus dan mendekati ketiga cewe’ itu.

Rakus (Ira)
Bu... minta uangnya Bu...!!!

Cewe’ I (Dian)
Eh, baru aja diomongin, nia’ tojemmi.

Cewe’ II (Darma)
Apa? Kamu bilang Ibu juga? Dg. Sattung.... Dg. Nia’, liatki bede’. Kayak ibu-ibu betulmaki kapan!

Cewe’ III (Ina)
Ih.... tidakji...!!!

Cewe’ I (Dian)
Iya, tidakji. Penonton, buta bille semua matanya itu pengemis. Punna doe’ nacini’ baji’-bajikki.

Rakus (Ira)
Belum makan kodong.....

Cewe’ III (Ina)
Oh, belum makan? Sama coy. Saya juga belum makan.

Cewe’ I
Jangan bilang begitu, kasian tau....!!!!!!

Rakus
Saya memang patut dikasihani kodong!!!

Cewe’ II
Nih... 1, 2, 3.....

Rakus
Sikedde’na. Cuma 1, 2, 3 ratusji kodong.

Cewe’ III
Bagus itu, banyakji. Yang tadi, satu lembarji kukasikan.

Rakus
Satu lembar, tapi uang 50 ribu.

Cewe’ I
Mari ke sini. Aku kasi banyak. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7.........


Rakus
Inikan masih uang saya!!!

(Tiba-tiba polisi bersenjata lengkap datang)
Polisi
Angkat tangan!!! Anda kami tahan karena telah merampok baju, celana, dan mangkuk di serba sepuluh ribu.

Rakus
Ampun Pak!

Polisi
Ayo, ikut kami ke kantor!

Cewe’ I, II, & III
Emang, dia siapa Pak?

Polisi
Dia adalah buronan yang kami cari-cari.......

Cewe’ I, II, & III
Oooooo......

Rakus
Da......da.....! Gue dijemput......!!!

Cewe’ II
Hmm..... Appaja. Mending kita kabur deh!

Cewe’ I
Waduh, ternyata dia rampok. Hampir saja kita jadi korban.

Cewe’ III
Ia, hampir saja kita jatuh miskin dan jadi pengemis seperti mereka.

Cewe’ I
Ayo kita pergi dari sini.
Selengkapnya

Selembar Biografi

IPASS (Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra) terbentuk pada tanggal 29 November 2004 yang dirintis oleh beberapa anak jurusan bahasa dan sastra indonesia, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, universitas muhammadiyah makassar yaitu: kusuma jaya salam, gusno agus bahari, idris “rhyl’k”, abdul rachman syam, muh. Arif, muh. arfa leo, muhlis, asnur, khaerul akbar, zulkifli, rian hijrianto, dan kasman.

IPASS bertujuan untuk menjadi menjadi wadah para pesastra dalam menuangkan imajinasi, hingga akhirnya ilmu tidak sekedar menjadi bekuan-bekuan dalam memori namun segalanya bisa menari dan berdansa di atas kertas kusam seperti apa tanggapan salah seorang, bahwa penyair itu dua macam: “Seorang intelektual dengan kepribadian semu dan seorang yang terilhami yang sudah matang sebelum memperoleh pengalaman hidup. Tetapi, perbedaan antara kecerdasan dan inspirasi dalam syair adalah bagai perbedaan antara kuku-kuku jari yang tajam dan merobek kulit dengan bibir lembut yang mengecup dan menyembuhkan luka-luka tubuh”.

Guna memahami hati dan pikiran seseorang jangan melihat pada apa yang sudah diperolehnya melainkan pada apa yang diiginkannya. kalau bukan karena melihat dan mendengar cahaya dan suara itu bukan apa-apa kecuali kekacauan dan gelombang di udara. demikian pula, kalau bukan karena hati yang kamu cintai maka kamu hanyalah debu halus yang dihembus dan disebar angin.

Maka itu, kami hadir untuk sebuah berita. bahwa hari ini hanya proses melalui cintalah yang mengubah segalanya, bukan kekerasan!

IPASS
Selengkapnya

Selamat Datang

Alhamdulillah, setelah belajar beberapa hari, blog ini sudah jadi. Belajar membuat blog dan berbagi ilmu lewat blog ini. Semoga bermanfaat untuk semua orang!!!
Selengkapnya